Selasa, 29 November 2011

FPI Memaksa Tutup GPdI Sumedang

Gereja Pentakosta di Indonesia (GPdI) Sumedang yang berada di kawasan Rancaekek, Kelurahan Mekar Galih, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat sudah 24 tahun berdiri, namun beberapa bulan terakhir sering mendapat gangguan. Selasa (20/09/2011) lalu, gereja didatangi sekelompok orang yang sekonyong-konyong menyatakan hendak menutup gereja, setelah sebelumnya datang surat dari Pemda setempat yang isinya terkait penutupan gereja ini.
 
Ini dilakukan setelah gereja ini diserang oleh Front Pembela Islam (FPI), sebuah ormas anarkis bertopeng agama yang melakukan aksi menyerang dan mengancam jemaat ini pada 17 Juli 2011 dengan menggunakan celurit dan pedang.

Camat Jatinangor Sumedang, Nandang Suparman kepada KBR68H berkilah, bangunan yang digunakan selama 24 tahun terakhir oleh jemaat GPdI Sumedang belum mempunyai izin mendirikan bangunan. Karena itu, jemaat GPdI diminta memindahkan kegiatan ibadah ke gereja kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri di Jatinangor, Sumedang.

“Sampai sejauh ini berkas (IMB) belum diterima permohonannya. Dari tingkat kecamatan waktu sampai kecamatan sampai saat ini permintaannya juga belum ada. Permohonannya juga belum ada. Cuma pada waktu itu, bulan Mei kalau tidak salah, pernah mengundang, tolong ditempuh prosedur. Kami sudah memberikan kesempatan jauh-jauh hari sebelumnya. Tapi kenyataannya belum dilaksanakan,”

Salah satu tokoh Gereja Pantekosta di Jawa Barat, Pdt Chris Hutabarat mengatakan pemindahan tempat ibadah tersebut bukan solusi dan hanya bersifat menenangkan warga.

Kata Chris, setelah terjadi serangan FPI, pihaknya sempat mengajukan izin beribadah di gereja kampus IPDN, namun ditolak. ”Dulu waktu kami mengajukan untuk ibadah sementara di IPDN, pihak IPDN menolak. Sekarang pas ditanya wartawan baru dia (Camat Jatinangor) mau memfasilitasi,” ujar Pdt Chris Hutabarat.

Ketua Umum Forum Komunikasi Kristiani Jakarta (FKKJ), Theophilus Bela, dalam press releasenya terkait GPdI Sumedang mengatakan "Gereja sudah merupakan sebuah gedung yang permanen dan telah berada dilokasi itu lebih dari 24 tahun lamanya, dan semuanya berjalan aman-aman saja. Namun pada bulan Juli yang lalu, gereja tersebut mendapat kesulitan, karena ditutup oleh pihak Pemda setempat". 

GPdI sumedang yang dipaksa tutup menambah panjang catatatan Gereja yang diganggu. Berdasarkan catatan FKKJ, di tahun 2011 ini, sudah 30 Gereja yang mendapat gangguan, atau malah dibakar. Ini sudah termasuk kasus gangguan terhadap gereja diTangerang Utara, Poso dan di Sumedang, yang telah mendapat perhatian dan bantuan yang baik dari pihak Kepolisian dan aparat keamanan terkait. 

Sedangkan Gedung Gereja di kampus IPDN tidak cukup lagi menampung jemaat-jemaat yang diusir dari gedung gerejanya sendiri. Sebab jemaat 14 rumah ibadah yang ditutup paksa di Rancaekek beberapa waktu lalu, semuanya dipindahkan ke IPDN. ”Sekarang kalau ditambah seribu jemaat lagi, akan sepenuh apa tempat itu?” (PPGI)

Menurut saya, tidaklah etis ketika orang ingin beribadah tetapi diganggu seperti itu. Sama saja kita tidak menghargai sesama umat beragama. Saya berpikir, mengapa pemerintah daerah lalay sekali dalam mengurus masalah seperti ini. Sedangkan sudah jelas sekali dari dasar hukum di Indonesia ini pancasila sila pertama "Ketuhanan yang maha esa". 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar